Senin, 05 Juni 2017

Memaknai Warisan Budaya


Pameran Dolanan Anak
 


Indonesia adalah negeri yang besar dan kaya akan beragam warisan budaya, salah satunya adalah variasi permainan anak tradisional. Ya, dolanan anak, demikian orang jawa biasa menyebutnya. Masing-masing daerah mempunyai jenis permainan anak-anak yang beragam. Ada pula yang permainannya sama tetapi dalam menyebut atau menamainya berbeda. Di tengah serbuan permaian teknologi yang luar biasa sekarang ini, tidak ada salahnya kita membangkitkan kembali budaya yang luhur ini kepada anak-anak. Agar anak-anak mencintai permainan leluhur peninggalan nenek moyang mereka, Kencangnya arus modernisasi membuat anak-anak Indonesia semakin akrab dengan teknologi terkini. Berbagai gadget mampu menghadirkan game yang mengasyikkan untuk mengisi waktu main mereka. Belum lagi serbuan mainan canggih lainnya dari luar negeri.

Alhasil, budaya modern tersebut membuat anak-anak Indonesia zaman sekarang melupakan permainan tradisional yang sangat akrab dimainkan diseluruh pelosok negeri ini pada tempo dulu. Inilah yang melatar belakangi kreativitas mahasiswa Ilmu Perpustakaan yang melahirkan ide menggelar Pameran Dolanan Anak Tradisional yang digagas oleh Panitia International Conference of Asian Special Libraries (ICoASL 2017) bersama Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Rabu (10/5). Dalam acara tersebut, mahasiswa Ilmu Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga mencoba menghidupkan kembali permainan anak masa lalu yang nyaris punah terkikis oleh zaman. Ada sekitar 10 stand yang disediakan dengan berbagai macam permainan tradisional dari seluruh pelosok Nusantara yang dihadirkan dalam pameran ini. Sebut saja congklak,rangku alu, lompat karet, galasin, engrang batok kelapa, petak benteng, petak jongkok, cublek-cublek suweng, gangsing, bekel, kelereng, dampu, cutik, taplak, dan engklek. Menurut Kepala Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Labibah Zein sekaligus sebagai Ketua Pelaksana dari acara ICOASL :

“Pameran dolanan anak ini diharapkan mampu meningkatkan kecintaan generasi muda terhadap kearifan budaya lokal. Selain itu, juga untuk menumbuhkan kepercayaan diri terhadap permainan tradisional yang sebenarnya mengasyikan. Dengan permainan tradisional ini, mereka ada rasa kerja sama, ketekunan, dan kepemimpinan, apalagi yang dimainkan secara grup seperti engrang atau rangku alu,” tuturnya.

Pameran dolanan tradisional yang digelar ternyata juga menarik perhatian peserta ICOASL dan mahasiswa lain hingga akhirnya acara itu semakin meriah setelah para peserta dan mahasiswa lain ikut mencoba serunya berbagai permainanan tradisional. Diakui atau tidak, fakta tentang dolanan (permainan) tradisional anak di era serba mutakhir seperti sekarang ini memang sudah mulai ditinggalkan. Dolanan tradisional dipaksa kalah bersaing modal dari gempuran industri permainan modern yang dipasarkan melalui promosi besar-besaran dan berhasil merebut hati anak-anak zaman sekarang. Lebih miris lagi, itu sudah membudaya dan menjadi tren. Maka jangan heran, jika kelak di kemudian hari, dolanan tradisional anak kian meredup, lalu dilupakan dan lenyap ditelan deru zaman. Dolanan tradisional terancam punah dan barangkali malah menjadi mitos di masa mendatang.

Kegiatan pameran dolanan tradisonal ini digelar sebagai wujud kekayaan budaya warisan leluhur bangsa Indonesia, sudah barang tentu tidak boleh sampai punah. Meski ini semua adalah tugas kita bersama. Di sini generasi muda terutama dikalangan akademisi yang paling punya andil penting. Tak hanya harus bisa mempertahankan dolanan agar tak punah, tapi juga harus mampu melestarikannya. Yang tak kalah penting lagi sebagai generasi muda sekaligus agent of change harus bisa membangkitkan antusiasme anak-anak Indonesia masa kini dengan memperkenalkan kembali edukasi sejarah dan makna dolanan tradisional untuk kemudian disebarluaskan ke seluruh pelosok nusantara sebagai warisan budaya yang berharga. 
 
Salah satu stand yang memiliki nama “Omah Dolanan” menghadirkan nuansa rumah yang penuh dengan ekspresi sebagai tempat bermain anak-anak bersama keluarganya. Hal itu dipertegas oleh Isma Safitri, yang beranggapan bahwa “Masa bermain anak-anak memang sangat menyenangkan, sehingga sangat disayangkan jika tidak bermain seperti ini lagi dalam acara pameran dolanan ini. Kita adalah penerus bangsa, acara ini seperti membawa kembali kepada masa kanak-kanak (flashback).” Ungkap Isma, salah satu peserta pameran dolanan anak dalam acara International Conference of Asian Special Libraries (ICoASL 2017).

Acara ini tidak hanya sekedar menghadirkan dolanan anak sebenarnya melainkan pada malam puncak acara International Conference of Asian Special Libraries (ICoASL 2017) menghadirkan sebuah culture event yang menuangkan musik dan berbagai talenta lainnya, seperti keahdiran teater Eska, tari tradisional, musikalisasi puisi, dan beberapa dari peserta stand yang menyumbangkan penampilannya. Acara ini semakin lengkap dan mengasyikan dengan kehadiran tamu mancanegara pada malam puncaknya yang banyak berkunjung serta bertanya-tanya tentang dolanan anak yang dipamerkan. Itulah yang menjadi hal menarik dan sanngat mengesankan bagi mahasiswa ILmu Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga dan para peserta acara International Conference of Asian Special Libraries (ICoASL 2017).


0 komentar:

Posting Komentar