Hay, Kartini
Apa kau masih menulis ?
Mengapa hanya Kartini yang terkenal ?
Apa ini semacam diskriminasi manuskrip sejarah ?
Tentu saja Engkau amat berjasa . Tapi aku bertanya perempuan lain yang juga berjasa .
Yang lebih heroik barangkali perlu dikaji lagi, Yang jatuh kepada kematian dalam tindakan., Yang berhadapan langsung dengan penjajah, Yang menyebarkan pendidikan kepada semua kalangan (jelata,pembantu, priyayi, bangsawan), Yang Konsisten dalam praktik, Yang lahir dari ketiadaan hingga mengadakan, Yang hidup dalam kungkungan keterbatasan, Yang menghadirkan keberanian dan kekuatan, Yang mencipta karya, Yang muncul dari ketidaksempurnaan kehidupan dan Yang lainnya. Kenapa banyak sekali distorsi sejarah yang berlangsung secara sistematis, massif, dan terstruktur. Bangsa ini memang lebih menikmati kemasan ketimbang esensinya. bahkan pada kemasan tanpa esensi sekalipun.
Hay, Kartini
Apa kabar pergerakan perempuan ?
Emansipasi ? Feminisme ?
Hari ini, sepertinya semua orang ramai-ramai menyebut nama-Mu
Aku lebih merindukan Ibu-Ku
(belum tertulis Ia siapa, tapi Kartini yang nyata saat ini adalah Ibu-Ku)
Entah kenapa aku juga tertarik.
Hay, Kartini
Apa aku terlihat tidak sopan ?
Sekarang, akan aku ceritakan :
Selama ini, fenomena terhadap perempuan dapat terjadi dimanapun, disektor publik maupun domestik, diruang sosial maupun privat. Ruang itulah yang mendefinisikan perempuan, menghadirkan perempuan, dan memperlakukan perempuan dengan basis kesadaran dan bangunan nilai yang kompleks. Kebudayaan kita masih mempertahankan mitos tentang perempuan-perempuan yang berkuasa seperti melanggar norma masyarakat setempat. Haruskah perempuan menolak gaya mereka dimeja rias semata-mata sebagai alat penunjang kecantikan, atau bahkan mengindikasikan situasi sosial perempuan itu sendiri. Hanya perempuan pelacur yang memfungsikan secara ekslusif sebagai objek semata dengan kapasitas erotis yang dibuktikan hanya dalam bentuk menyedihkan. Banyak perempuan yang berpikir bahwa Ia ingin menjadi laki-laki atau Ia ingin menunjukan dirinya menarik perhatian sebagai manusia yang eksentrik. Dalam upaya menolak perannya sebagai objek, Ia menentang masyarakat, mungkin menjadi anarkis. Jika Ia tidak ingin menarik perhatian, Ia harus tetap feminis. Kadang-kadang masih banyak perempuan yang bertanya tentang keanehan payudara yang harus ditutupi “perempuan sopan”.
Peristiwa sosial yang ditandai dengan sampah yang mewah dan menarik perhatian . Rok-rok itu panjang dan sangat lebar beserta balutan kain lainnya, sangat mengikat sampai sulit berjalan, dengan perhiasan atau ornamen pada wajah, seperti boneka yang berdaging. Dilain waktu seorang gadis muda mungkin menekankan pesonanya untuk prospek kerja, sementara perempuan menikah (ibu rumah tangga) tidak lagi mementingkan penunjang kecantikan, seperti kebudayaan para petani. Lagi perempuan-perempuan muda mengenakan gaun atau potongan baju kekinian yang berwarna seperti permen dan bahkan transparan dengan potongan yang konservatif, pernak-pernik yang berat, kaya akan warna dan bergaya provokatif. Ini seperti sebuah film yang berisi aktor bodoh.
Sekalipun tiap perempuan menjadi sesuai dengan statusnya, permainan masih terus berlangsung seperti kepalsuan, kerajaan bayangan, bra, korset, semir rambut, riasan tubuh dan wajah, potret dada, etc. Pakaian baru adalah perayaan. Riasan menggantikan karya seni. Hari-hari adalah petualangan. Entah, ini yang disebut hari kemenangan atau keanehan yag mempertanyakan dimana perempuan dapat berbahagia ? (masa kini) Mempertahankan diri supaya tetap atraktif dan mempunyai implikasi seperti menjaga rumah dan suami, atau perjuangan melawan waktu menjawab tantangan di zaman baru seperti perjuangan seorang pembantu rumah tangga melawan debu.
Sementara aku sebagai perempuan, bagaimanapun, bersikeras bahwa penampilan sangat melelahkan semacam tugas-tugas konvensional. Tidak bisa benar-benar menikmati semuanya. “Menyedihkan” Sesungguhnya perempuan dalam isolasi dan keterbatasannya tidak mengenal kebahagian yang diimplikasikan pada kegiatan umum. apalagi jika pekerjaannya tidak memenuhi pikirannya, pelajaran yang diterimanya tidak memberikan hasrat untuk bebas ataupun menggunakan pengalaman yang didapatnya, kemudian menjalani hari-harinya dalam kesepian. Perkawinan menjauhkanya dari keluarga, masa muda, dan sulit mengganti semua yang dijalani dimasa lalu . Kami (perempuan) membutuhkan lebih banyak keterampilan daripada laki-laki, karena kode maskulin bukan miliknya, yang tidak diketahuinya, setelah permintaan melakukan aborsi, perzinaan, kesalahan, pengkhianatan, kebohongan, dimana Ia sering melakukannya. Disini, masih banyak perempuan yang berada dibalik skenario, kurang lebih sadar dengan pemikiran ini “aku bukan diriku sendiri”.
Sebagian perempuan yang menggabungkan keindahan dengan aktivitas lain mereka, tampak seperti petualang sejati contohnya para mata-mata seperti Mata Najwa, Mantra Menteri seperti Susi Puji Astuti atau bahkan agen rahasia. Seyogyanya kemanapun perempuan melangkah hari ini garis akhir selalu berwujud pada pernikahan yang artinya sama dengan mengakui dominasi laki-laki. Walau demikian bukan berarti bahwa kombinasi tunggal akan menghasilkan emansipasi yang utuh. Struktur sosial tidak banyak berubah oleh perubahan kondisi perempuan, tetapi dunia ini bisa jadi milik siapapun yang masih mempertahan bentuk yang diberikan.
Kenyataan menjadi Perempuan dimasa sekarang dengan menghadapi berbagai permasalahan khusus bagi seorang individu manusia yang mandiri. Sekeping saran yang tidak masuk sebagai perempuan yang harus mampu akal yaitu mampu menyesuaikan diri, mendevaluasi dirinya secara seksual maupun sosial, perempuan intelektual Ia tidak takut gagal, kesadaran semangatnya masih tetap dengan tujuan dan cita-citanya, memenuhi dirinya dengan bunga, pemicu semangat yang berarti, sebagai puisi yang sempurna, lirik lagu yang menyentuh, bertambah maknanya bila direnungkan berulang-ulang, duhai Perempuan. Tetaplah menjadi logika ditengah Aku, Hidupku, dan Pilihanku.
0 komentar:
Posting Komentar